KOTA PENDIDIKAN: PERSPEKTIF KERUANGAN

KOTA pendidikan berkaitan erat dengan konsep pengembangan kota baru. Konsep kota baru modern pertamakali dilansir oleh Howard (1850–1928) dengan tujuan untuk: (1) mengurangi kepadatan kota industri dengan cara membentuk kota-kota lain yang dapat menjadi sembrani tandingan di sekitar kota besar; (2) mengembalikan manusia kepada suatu lingkungan kehidupan manusiawi dalam keserasian dengan lingkungannya.

Menurut Osborn (1963), falasafah konsep kota baru atau kota taman dari Howard, selain berpijak pada konsepsi filsof Aristoteles mengenai kota Miletus abad ke-6 sampai ke-4 SM; juga berlandaskan pada konsepsi Leonardo da Vinci mengenai kota Milano abad ke-16. Konsepsi filosofisnya, suatu kota harus mampu mewadahi beragam fungsi, tetapi tidak terlalu besar sehingga menghilangkan ikatan manusiawi di antara penduduknya dan dengan lingkungan alamnya. Konsep kota baru dari Howard, lebih kepada idealisme atau teori daripada konsep untuk tindakan penyelesaian masalah praktis. Dengan kata lain, lebih kepada cara memperbaiki kehidupan masyarakat melalui suatu penempatan yang manusiawi dalam keserasian dengan lingkungan alam.

Secara terminologis, pengertian kota baru telah berkembang di berbagai negara sesuai dengan perwatakan serta tata laku yang tipikal. Beberapa tinjauan mengemukakan, bahwa pengertian kota baru bertolak dari: (1) masa/kurun waktu pembangunan/pendirian; (2) letak geografis; (3) fungsi dan jangkauan pelayanan; (4) kemampuan berperan secara internal maupun eksternal (Sujarto, 1993).

Pengertian kota baru yang dikaitkan dengan “waktu” mempunyai arti yang sangat relatif. Rodwin menyatakan kota baru adalah kota yang direncanakan didirikan dan kemudian dikem­bangkan, telah ada kota atau kota-kota lainnya yang telah tumbuh dan berkembang terlebih da­hulu. Dalam batasan “masa” yang pasti, Osborn mendefinisikan kota baru sebagai kota yang dibangun sejak awal abad ke-20, yaitu sejak pasca revolusi industri. Osborn menekankan bahwa kota baru merupakan alternatif upaya memecahkan dan mengatasi masalah pertumbuhan permukiman tersebar yang tidak terkendali. Juga untuk mengatasi masalah kema­cetan karena semakin berkembangnya kegiatan usaha dan padatnya populasi penduduk kota akibat masifikasi industri.

Dalam dimensi ruang yang berkaitan dengan lokasi, Hertzen dan Speiregen mendefinisikan kota baru sebagai kota yang direncanakan, didirikan, dan dibangun di atas lahan pe­rawan yang terlepas — -sampai jarak tertentu — — dari kota induk yang lebih besar. Dari sisi fungsional, Golany menyatakan kota baru sebagai kota khusus yang dikembangkan sehubungan dengan upaya pengembangan fungsi tertentu, seperti kota industri, kota pertambangan, kota perkebunan (estate), kota penunjang insta­lasi tertentu (instalasi militer, instalasi percobaan atau instalasi pusat enerji). Secara fungsional kota baru dapat dikategorikan sebagai berikut:

(1) Kota baru penunjang (dependent newtown) yaitu kota baru yang relatif tidak memiliki kekuatan ekonominya sendiri. Secara ekonomis dan fisik masih bergantung pada kota in­duknya. Oleh karena ketergantungan ekonomisnya kepada kota induk, kota baru penunjang hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Penduduknya pada umumnya merupakan penglaju. Dalam memenui kebutuhan kehidupannya, masih bergantung pada berbagai fungsi pela­yanan yang ada di kota induknya.Kota baru penunjang ini meliputi kota satelit, kota baru dalam kota, kawasan permukiman skala besar di dalam kota maupun di wilayah pinggiran kota berbatasan langsung dengan kota induk. Kota baru penunjang umumnya berlokasi pada jarak relatif dekat yaitu antara (20–40) Km dari kota induknya.

(2) Kota baru mandiri (selfcontained newtown) adalah kota baru yang secara ekonomis dan se­cara fisik memiliki kemandirian yaitu tidak tergantung pada kota lainnya. Penduduk kota baru mandiri bermukim dan berkiprah dalam kehidupannya di dalam kota itu sendiri dan ti­dak bersifat penglaju ke kota lain. Kota baru mandiri dapat memenuhi kebutuhannya dan berkembang secara mandiri. Berkenaan dengan fungsinya tersebut, kota baru mampu ber­peran sebagai pusat pengembangan dari suatu wilayah. Kota baru yang termasuk dalam kategori ini adalah kota baru umumnya, kota baru industri, kota baru perusahaan (pertambangan, perkebunan, pengolahan sumber daya alam), kota baru pusat pemerintahan, kota baru instansi khusus (pusat penelitian dan pengembangan, instalasi militer, instalasi percobaan, kotabaru universitas). Kota baru mandiri berlokasi lebih dari 40 km dari kota lainnya.

Berdasarkan permasalahan kebutuhan dan pengembangannya, kota baru modern pada umumnya dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu:

(1) Kota baru yang dikembangkan sebagai upaya penyelesaian masalah perkotaan secara internal, berupa program rehabilitasi peningkatan mutu lingkungan atau peremajaan bagian kota yang berskala besar. Kota baru seperti ini lebih dikenal sebagai kota baru dalam suatu kota atau Newtown in Town.

(2) Suatu pengembangan skala besar dari suatu skala kecil sehingga memiliki kelengkapan setara dengan kota.

(3) Suatu pembangunan secara desentralistik melalui pemukiman baru yang setara dengan kota, baik yang khusus menyediakan perumahan yang berlokasi di wilayah pinggiran kota atau yang berdekatan dengan kota induk; atau suatu pemukiman baru yang mandiri pada suatu wilayah yang sama sekali baru dibuka.

Kota pendidikan merujuk kepada salah satu fungsi kota baru, atau kota yang dikembangkan dan difungsikan sebagai kota pendidikan. Suatu kota pendidikan harus didesain untuk memenuhi kriteria berikut ini. Dari segi institusi, di kota pendidikan terdapat institusi-institusi pendidikan yang mampu menjadi faktor pendorong integrasi dan perkembangan lingkungan sekitar.

Dari segi fungsi kegiatan, kota pendidikan memiliki fungsi kegiatan sosial-ekonomi yang diwarnai beragam kegiatan dan usaha yang berkaitan dengan pendidikan. Fungsi kegiatan yang ada, menjadi daya dukung perkembangan pendidikan, sehingga akan terjadi suatu interaksi yang kuat antara fungsi kota, kegiatan masyarakat, dan satuan-satuan pendidikan di kota.

Dari segi sosial-budaya, di daerah tersebut dapat dilakukan beragam upaya pengintegrasian fungsi pendidikan dengan pola sosial yang ada. Bentuk partisipasi masyarakat dan pendidikan dapat direalisasikan dalam sistem kehidupan yang ada, misalnya melalui pendekatan sektor agama, kesenian daerah, pendidikan masyarakat. Selanjutnya tumbuh pembauran unsur-unsur pendidikan dengan masyarakat sekitar melalui pengintegrasian tempat tinggal.

Dari segi ekonomi dapat dilihat dari kemampuan pendidikan tersebut dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi yang berkembang di sekitarnya. Suatu kota pendidikan dicirikan oleh keterkaitan simbiotik antara kegiatan dan usaha ekonomi dengan pendidikan. Pendidikan mampu mendukung perkembangan usaha-usaha ekonomi melalui kontribusinya sebagai pusat ilmu, dan riset teknologi. Kepariwisataan adalah salah satu kegiatan ekonomi yang mampu dikembangkan secara interaktif dengan fungsi pendidikan, yang memberi daya tarik tersendiri bagi wisataun.

Dari segi lingkungan. Prinsip dasar dari pengembangan suatu kota pendidikan adalah kemampuan kota tersebut untuk mengintegrasikan unsur-unsur yang ada dalam kota tersebut. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu lingkungan integral yang mempertimbangkan kaidah-kaidah yang berlaku. Pengintegrasian lingkungan ini dapat dilakukan dengan beragam pendekatan.

Kota pendidikan merupakan suatu kota yang mempunyai fungsi dan identitas khusus. Di Indonesia belum ada kota yang secara khusus direncanakan untuk suatu kota pendidikan (bagaimana dengan konsep Jatinangor sebagai kota perguruan tinggi?). Kalaupun ada, itu hanyalah sebutan yang disandang oleh suatu kota karena banyaknya lembaga pendidikan yang ada di kota tersebut. Walhasil, merumuskan suatu konsep atau rencana kota pendidikan bukanlah yang mudah.

Ad