INFRASTRUKTUR MENJADI STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DAN KOTA DI JABAR

Infrastruktur memiliki interdependensi terhadap distribusi capaian perkembangan kota dan wilayah dalam suatu struktur keruangan. Seperti halnya dengan manusia dan alam yang memiliki keterkaitan diantara keduanya. Perkembangan wilayah dan kota yang terus terjadi merupakan outcomes dari ketersediaan infrastruktur, seperti infrastruktur transportasi darat yang mengintegrasikan pusat-pusat kegiatan kota, dan menjadi embrio untuk perkembangan wilayah disekitarnya. Infrastruktur transportasi laut dan udara yang menghubungkan antar wilayah dan pulau. Infrastruktur pemukiman yang menunjang kebutuhan tempat tinggal masyarakat. Infrastruktur dasar untuk menjamin kualitas hidup masyarakat, serta infrastruktur-infrastruktur vital lainnya.

Infrastruktur menurut Grigg dan Fontane (2000) merupakan Sistem rekayasa dan manajemen, infrastruktur berpengaruh terhadap sistem tata guna lahan yang pada akhirnya membangun suatu kegiatan penduduk. Manusia dan aktivitasnya ibarat seperti contain/isi yang memerlukan sebuah wadah atau container yang disebut juga ruang. Dengan demikian infrastruktur berperan sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang perkotaan.

Kemudian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005) adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Pemerintah sebagai penyedia public domain harus mampu memenuhi kebutuhan perkembangan perkotaan dengan menyediakan sarana dan prasarana sebagai alat dalam membentuk suatu sistem tata ruang wilayah dan kota yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Infrastruktur Jalan

Ketimpangan capaian perkembangan wilayah dan kota dapat dilihat dari ketersediaan infrastruktur yang tersedia. Jawa Barat sebagai sebuah wilayah yang memiliki luas wilayah yang cukup besar diperlukan sarana dan prasarana yang menunjang agar tidak terjadi disparitas wilayah. Sistem transportasi dan sistem guna lahan merupakan sistem yang dinamis dan saling mempengaruhi. Ketersediaan infrastruktur jaringan jalan dapat menjadi indikator dalam pemicu perkembangan ekonomi dan pemicu peningkatan aktivitas perkotaan. Ketersediaan jalan nasional di beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Barat cenderung memiliki capaian pertumbuhan ekonomi dan aktivitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari ketercapaian PDRB di daerah di sekitar jaringan jalan tol atau jalan nasional cenderung memiliki nilai PDRB yang tinggi, pada umumnya daerah yang dilalui oleh jaringan jalan tersebut berada di kawasan utara Jawa Barat yaitu Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramyu dan Kabupaten Cirebon. Namun pemerintah harus mampu mengendalikan pertumbuhan kota di daerah yang relatif jauh dari jalan nasional dan perlu lebih diperhatikan dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana yang dapat menjadi stimulan dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia untuk menyelesaikan masalah disparitas tersebut.

Infrastruktur Irigasi

Dari perkembangan ekonomi yang cepat tersebut di Kawasan Pantai Utara Jawa Barat perlu dikendalikan keberlanjutan dan kesesuaian lahan yang tersedia. Kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan yang berlangsung secara sprawl ke arah luar perkotaan dan menempati ruang-ruang yang ada di kawasan perdesaan terjadi secara cepat dan pada dasarnya mengarah pada ketidakberlanjutan lingkungan yang diindikasikan dengan penurunan daya dukung lingkungan.

Pemerintah Provinsi dan Daerah di Jawa Barat perlu untuk mengendalikan laju pertumbuhan lahan terbangun, dan memperhatikan ketersedian sarana irigasi teknis yang dapat melayani seluruh lahan pertanian di Jawa Barat. Saat ini penyusutan lahan pertanian di Jawa Barat adalah sebesar 75.000 ha, setidaknya terdapat beberapa Kecamatan yang memiliki tingkat penyusutan lahan pertanian dengan kategori tinggi yaitu berada pada Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Purwasari, Kecamatan Tirtamulya, dan Kecamatan Kota Baru (Kabupaten Karawang). Pada harian Pikiran Rakyat 13/06 2016 menyebutkan bahwa Setiap Tahun, setidaknya terdapat 150 ha Sawah di Karawang Beralih Fungsi. Lahan yang semula digunakan untuk sektor pertanian, berubah menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman warga, dan pabrik.

Lahan pertanian yang ada di Kawasan utara Jawa Barat lainnya harus dapat dilindungi agar tidak berubah ke sektor non-pertanian, hal yang dapat dilakukan adalah dengan alat pengendali berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan pengendalian lahan pertanian tersebut dapat dilakukaan juga dengan mengeluarkan Peraturan Daerah untuk melindungi lahan pertanian pangan yang berkelanjutan. Seperti contohnya salah satu daerah di Jawa Barat yang pro terhadap keberlanjutan lahan pertanian tersebut adalah Pemerintah Kabupaten Indramayu, Setelah sebelumnya mengeluarkan Peraturan Daerah (perda) Nomor 16 tahun 2013 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, mengeluarkan Instruksi Bupati Nomor 3 tahun 2014 tentang percepatan penerapan inovasi teknologi penanaman padi sawah dengan sistem tandur jajar legowom dan kini Pemkab Indramayu menyiapkan asuransi pertanian agar para petani bisa terproteksi. Kedepannya seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Barat yang mimiliki basis ekonomi berupa pertanian harus memperhatian hal tersebut.

Sebenarnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri sudah mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Oleh karena hal tersebut, pemerintah daerah perlu menyediakan dan memberikan dukungan terhadap ketersediaan prasarana irigasi yang masih belum sepenuhnya terpenuhi agar lahan pertanian yang sudah dilengkapi dengan irigasi teknis dapat dijadikan sebagai lokasi dalam penentuan lahan pertanian yang berkelanjutan. Seluruh luas lahan pertanian di Jawa Barat masih belum sepenuhnya terlayani oleh prasarana irigasi, dari sekitar luas lahan pertanian di Jawa Barat sebesar 929.094 ha, terdapat 79,28% atau sekitar 736.635 ha lahan pertanian beririgasi teknis, dan sisanya 20,72 % lahan pertanian tadah hujan. Fakta itu menjadi tugas besar bagi pemerintah untuk dapat menyediakan prasarana irigasi tersebut. Masalah lain yang ada adalah terkait kerusakan jaringan irigasi tersier di beberapa Kabupaten yang ada di Jawa Barat hampir sebagian besar dalam kondisi rusak. Seperti contoh di Kabupaten Indramayu hampir 60% jaringan irigasi tersier dalam kondisi rusak berat. Pemerintah daerah dengan dibantu oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi hendaknya memeperhatikan akan hal ini dengan tingkat urgensi kebutuhan yang tinggi tersebut agar dapat melakukan rehabilitasi bendungan, pengerukan sedimentasi pada luasan jaringan irigasi, dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier. Apabila masalah tersebut dapat diatasi dengan baik, Provinsi Jawa Barat sebagai lumbung padi nasional akan dapat terus memaksimalkan sektor unggulannya dan akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Jawa Barat.

Infrastruktur Energi

Selain sektor pertanian, sektor lain yang memiliki peran penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat adalah sektor industri dan sektor permukiman. Aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk di Jawa Barat yang semakin meningkat, akan berimplikasi pada kebutuhan / demand infrastruktur wilayah yang meningkat pula, termasuk pada demand energy listrik. Kegiatan perindustrian dan akivitas ekonomi masyarakat akan bergantung pada energy listrik, oleh karena itu diperlukan suatu system dan penyediaan infrastruktur energy listrik tersebut mampu menjadi pondasi dalam waktu yang cukup lama dalam menyediakan infrastruktur energy listrik.

Sistem penyaluran tenaga listrik terdiri dari Pembangkit, Transmisi, dan Distribusi. Pembangkitan terjadi pada pembangkit-pembangkit yang telah ada. Saat ini beban puncak sistem kelistrikan di Jawa Barat mencapai 6.364 MW, beban tersebut setidaknya dipasok dari 10 pembangkit listrik yang ada di Provinsi Jawa Barat, dan salah satunya adalah PLTU yang ada di Kabupaten Indramayu. Dari seluruh pembankit tersebut menghasilkan energy listrik sebesar 8.178 MW.

Kedepannya perlu diperhatikan keberlanjutan pasokan listrik ini, jika meilhat dari data RUPTL PLN 2016–2025 realisasi penjualan tenaga listrik PLN dalam lima tahun terakhir dan mempertimbangkan beberapa variabel, maka dapat diproyeksikan laju pertumbuhan demand terhadap energy dari tahun 2015–2026 akan semakin meningkat. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat dari kecenderungan pertumbuhan ekonomi regional sebesar 7.37%, peningkatan penjualan energy listrik sebesar 7.29%, peningkatan produksi energy listrik sebesar 7,21%, dan peningkatan rasio elektrifikasi di masa datang sebesar 2,38%. Untuk memenuhi proyeksi demand tenaga listrik tersebut diperlukan pembangunan sarana pembangkit, transmisi dan distribusi baru.

Oleh karena itu Pemerintah Pusat menyusun rencana pengembangan tenaga listrik PT. PLN (PERSERO), terdapat 8 pembangit listrik baru yang akan dibangun dan berlokasi di Jawa Barat. Pembangkit tersebut adalah PLTU Indramayu-4 1 x 1.000 2019 PLN Jawa Barat, PLTU Jawa-1 1 x 1.000 2019 IPP Jawa Barat, PLTU Jawa-3 2 x 660 2019 IPP Jawa Barat, PLTU Jawa-5 2 x 1.000 2019 IPP Banten/Jawa Barat, PLTGU Jawa-1 2 x 800 2018–2019 IPP Jawa Barat, PLTGU Jawa-Bali 4 450 2018 IPP Jawa Barat, PLTA Jatigede 2 x 55 2019 PLN Jawa Barat, dan PLTA Upper Cisokan PS 4 x 260 2019 PLN Jawa Barat.

Meskipun wewenang untuk urusan prasarana listrik ini berada pada level Pemerintah Pusat melalui BUMN PT. PLN (PERSERO), untuk tahap pembangungan pembangkit baru yang rencananya akan dibangun di Jawa Barat perlu dukungan dari Stakeholders di level pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat memperlancar pembangunan pembangkit listrik baru ini. Agar kedepannya target tingkat elektrifikasi di Jawa Barat bisa mencapai 100% artinya seluruh masyarakat di Jawa Barat dapat terlayani listrik, dan dapat memasok proyeksi demand energy listrik di tahun 2025 dapat terealisasi dengan baik dan berjalan dengan sukses.

Struktur Ruang Kota Jawa Barat

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menetapkan 3 (tiga) titik lokasi PKN (Pusat Kegiatan Nasional) diantaranya adalah PKN Bodebek (Bogor, Depok, dan Bekasi), PKN Bandung Raya, PKN Metropolitan Cirebon. Kriteria penentuan PKN ini adalah kawasan perkotaan yang mempunyai potensi untuk mendorong pertumbuhan daerah sekitarnya dengan ketersediaan infrastruktur skala nasional dan internasinal, dan simpul transportasi skala nasional dan provinsi.

Dengan adanya penetapan 3 lokasi PKN tersebut maka Provinsi Jawa Barat termasuk kedalam agenda pembangunan strategis pemerintah pusat. Setidaknya di bidang PUPR terdapat 12 rencana proyek pembangunan infrastruktur jalan tol, pembangunan 2 proyek Sistem Penyediaan Air Minum, rencana pembangunan 8 bendungan baru salah satunya adalah bendungan kuningan yang akan dibangun di Kabupaten Kuningan. Kemudian di bidang Perhubungan terdapat 2 rencana pembangunan bandara baru salah satunya adalah Bandara Internasinal Kertajati, dan 2 rencana pembangunan pelabuhan baru salah satu rencananya akan dibangun di Kabupaten Indramayu.

Melihat potensi tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus dapat menangkap peluang darirencana strategis tersebut. Seperti pembangunan infrastruktur jalan tol diaharapkan mampu memaksimalkan pertumbuhan dari semua sektor, menciptakan pusat-pusat kegiatan baru di kawasan andalan, pemerataan pertumbuhan wilayah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Ketersediaan jalan tol tersebut akan mempermudah pergerakan barang dari hasil industri, dan juga barang dari komoditas yang ada di Jawa Barat menuju area pasar, dengan ketersediaan pelabuhan perdagangan akan memeperbesar pula arus pegerakan barang sehingga dapat meningkatkan pula aktifitas ekonomi masyarakat Jawa Barat, dan juga dapat memperluas jangkauan area pasar dari hasil produksi industri dan hasil komoditas lain di semua sektor.

Apabila melihat karakteristik perkotaan 3 kawasan PKN tersebut, PKN Cirebon memiliki perbedaan yang cukup mendasar dari PKN Bandung Raya dan PKN BODEBEK. PKN Metropolitan Cirebon merupakan wilayah dengan potensi pertanian dan perkebunan melimpah yang dimiliki oleh Kawasan andalan dibelakangnya yaitu kawasan Ciayumajakuning, kemudian potensi pengembangan kawasan industri yang ada di Kabupaten Indramayu, potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. PKN Metropolitan Cirebon ini diproyeksikan dalam RTRW Provinsi Jawa Barat tahun 2009–2029 sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang baru, dengan didukung oleh kawasan andalan disekitarnya atau disebut juga sebagai kawasan strategis segitiga emas.

Melihat potensi tersebut kedepannya diharapkan semua stakeholder baik di pusat maupun di daerah dapat bersinergi untuk dapat merealisasikan rencana besar tersebut. Pemerintah Pusat sebagai penyedia infrastruktur skala nasional dan internasional harus mampu mempercepat sehingga dapat merealisasikan program pembangunan strategis tersebut. Pemerintah Provinsi dan Daerah sebagai penerima manfaat pun harus dapat menangkap peluang dan jeli dalam membuat skenariio pertumbuhan di masa yang akan datang, sehingga dapat memaksimalkan ruang yang teredia agar dapat produktif dan berkelanjutan. Skenario pertumbuhan di masa yang akan datan yang paling bagus adalah dapat melihat potensi perkembangan kawasan dari tahun ke tahun, membuat skenario pertumbuhan penggunaan lahan di masa yang akan datang, dan harus membuat indikator capaian yang dapat ditangkap dari RTRW dan dokumen rencana yang lebih detail sampai ke tingkat Kecamatan yaitu dokumen rencana RDTR.

Ad